Mengonsep Street Portrait

Kadang ada saja yang komen, foto saya seperti setingan. Ya memang benar, namanya street portrait, seminimal-minimalnya sang subjek diam termenung saja pun ya karena kehadiran si street tog. Barangkali kalau tidak ada kamu di sana, dia lagi lahap makan cilok sampai pipinya penuh.

Dulu sekali saya tidak percaya dengan foto-foto mas Tatsuo, kok dia bisa begitu dekat, subjeknya juga memandang kamera. Itu untuk foto street dia, karena untuk portrait pasti dia tulis portrait. Tapi saya masih tetap ragu, jangan-jangan dia suruh orang yang dia kenal, untuk berjalan ke depannya sambil mengibaskan rambut. Hahaha. Namun semakin ke sini, setelah frame demi frame saya lahap, saya mulai percaya bahwa frame Tatsuo itu mungkin, ya setidaknya kalau di Shibuya.

Maksud saya begini, sedangkan lewat keadaan yang serba spontan saja kadang kita bisa bikin foto yang bagus dan enak, apalagi kalau kita punya keleluasaan terhadap subjek dan latar belakang. Sekurang-kurangnya, jika hanya sekadar mengatur posisi berdiri subjek terhadap arah datang cahaya, pasti bisa lah.

Salah satu foto yang saya sukai ini pasti seolah-olah saya bawa model lalu ajak foto di samping tembok penuh grafiti. Tentu tidak. Kalau yang tahu, lokasi foto ini ada di salah satu sudut di belakang stasiun kereta api Bandung. Kumuh itu, banyak sampah, panas, berdebu, dan tidak begitu ada figuran yang bisa bikin kesan elegan.

Pada suatu sore yang cerah kala itu, saya ada di kawasan Pasar Baru, soalnya dulu ‘kan bisnis fashion. Tentu saja jalan sambil nenteng kamera, Olympus Pen E-P5, coba cek harganya sekarang, sudah murah banget, itu permata tersembunyi. Sayang nih, cahayanya bagus, tapi kalau hunting di sini nanti isi framenya motor semua.

Ya sudah saya agak jalan ke arah stasiun, setidaknya di sana ada jembatan penyeberangan yang dilalui banyak orang, dan mungkin juga kereta lewat. Lantas saya melihat seus ini berdiri di antara pepohonan yang rindang, entah lagi nunggu kereta atau angkot. Pakaiannya bagus bener, pakai masker pula, kala itu saya gandrung motret cewek bermasker.

Saya ajak foto, dia mau. Saya tanya, apa dia punya keleluasaan waktu. Dia bilang nunggu teman dia, mau ke Pasar Baru. Nah bagus tuh. Segera saya pikir sejenak, di spot mana yang radius 50 meter dari sini yang bisa rada berkarakter. Aku ingat, di sekitar sini ada tembok yang bergambar personel SNSD, aku ajak ke sana, dia mau. Eh… sampai di sana, lukisan wajah yang besar-besar itu sudah ditimpa sama grafiti hurup-hurup. Ya sudahlah nanggung.

Aku minta untuk berpose abaikan kamera, lihat ke arah lain. Dia menghadap ke matahari, langit di belakangnya biru, ini bakal keren apalagi setelah jadi hitam-putih. Aku tunda menjepret sampai ada satu orang lagi lewat di belakang, dan langsung ada syukurnya. Pas aku arahkan untuk berpose, eh itu orang yang di latar belakang malah berhenti, dan kencing di tembok…!