Memanfaatkan Figuran Dalam Street fotografi dan Portrait

Itu istilah saja untuk orang-orang tidak berkepentingan yang bakal masuk dalam foto, haha. Sulit untuk berharap para figuran ini bakal bergaya sangat fashionable macam masyarakat yang wara-wiri di Shibuya Tokyo, namun ini sama sekali bukan jadi halangan. Ruang publik milik umum kok, siapa saja boleh ada di sana.

Makanya kadang alih-alih menunggu sampai figuran keluar dari frame, saya sih bawa saja sekalian. Kalau saya lagi motret seseorang, saya berusaha agar para figuran kalau mau lewat ya lewat saja, gak usah nunggu saya beres jepret. Biasanya saya kasih kode mempersilakan lewat, nah tentu mereka juga bakal lanjut jalan. Jangan tunda menjepret, tetap arahkan sang model untuk fokus, dan saat para figuran lewat, jepret.

Ini meneruskan bahasan di awal sekali, bahwa semakin banyak figuran yang tampak berkegiatan dengan aneka gestur masing-masing, frame akan semakin padat.

Perhatikan foto pada thumbnails. Benar, fotonya tidak fokus. Salah kameranya sih, saya pernah bahas Nikon Coolpix A di channel saya, agak menyebalkan sebenarnya kamera ini, namun hasil fotonya brilian. Anyway, kita gak bahas itu haha. Saya bisa mengatakan foto di atas masuk kategori street portrait, karena sedari sang wanita masih 5 meter di depan saya, kami sudah berpandangan kontak mata, jelas dia ngeh saya mau motret dia. Apa mau dikata, dia memang harus lewat, ya dia lewat. Ekspresinya jadi agak masam, tapi dasar cantik ya tetap cantik.

Berhubung saya pakai burst, ada dua foto sebenernya ini. Yang satu, si ceweknya fokus, tapi agak mundur satu langkah jadi ada kosong di tengah. Yang ini, ceweknya agak kurang fokus tapi komposisi enak. Saya sudah menduga itu para lelaki yang nongkrong, bakal matanya ngikutin si cewek ini, dan benar, dua di antara mereka matanya ke arah… mudah-mudahan bukan bokong si cewek. Tapi karena kamera saya fokusnya ke mereka, jadinya malah lucu. Para figuran ini yang bikin foto jadi hidup.

Tidak bisa tidak. Bahwa para figuran ini akan sangat sering ada di foto kita apalagi kalau lokasinya kelewat padat. Kita selalu punya pilihan untuk crop, seandainya resolusi tidak jadi soal. Tapi bagaimana jika kita ingin konsisten dan lebih melatih diri soal komposisi? Selalu menerapkan rasio 3:2 tentu saja sah, itu membuat kita tidak bisa sembarangan main potong saja, figuran yang terlalu dekat dengan subjek utama jadi tidak bisa dibuang. Pilihan terbaik, terima keadaan yang ada dan buat jadi menarik.

Lagipula kita memang harus berdamai dengan situasi di sekeliling. Semakin kecil F yang dipakai, maka akan semakin luas ruang tajam. Semua yang ada dalam foto terlihat fokus, ya sudah ajak saja masuk frame. Rasanya saya jarang nemu figuran yang bikin foto jadi rusak, kecuali tuh orang berdiri di depan kamera dan menutupi model saya, nah itu parah haha.

Langkah berikutnya. Jika kamu sudah mulai bisa menempatkan subjek di tengah para figuran, maka kamu sudah harus menciptakan hubungan antara figuran dengan tokoh utama. Ingat, figuran adalah bagian dari foto tapi bukan model jadi tidak boleh diseting dan susah juga kecuali kamu bayar satu per satu, buat apa. Contoh hubungan tokoh figuran dengan tokoh utama bisa dilihat di foto tadi, yang dua pemuda antah berantah memandang tanpa lepas ke arah bokong cewek.

Hubungan bisa juga diterjemahkan sebagai komponen yang saling melengkapi, sekalipun sama sekali berlawanan, malah akan menciptakan situasi kontras. Misalnya, duduk – berdiri, dua orang bersebelahan, sedang menelpon lawan bicara masing-masing, atau ada yang tua ada yang muda. Ada yang terlihat kaya dan perlente, ada yang sedang mengemis, ya itulah. Berpakaian casual vs berpakaian agamis. Ekspresi ceria berpadu ekspresi sedih. Ya memang begitu realita di lapangan, bergantung kejelian kita.

Pertentangan akan menghasilkan komposisi yang menarik, yang kadang tidak memerlukan pemaknaan apa-apa. Saya tidak begitu ingin sok-sok memaknai sampai keblinger, misalnya ada seorang wanita yang tampak gusar menanti dijemput, sementara di belakangnya ada sepasang kekasih berjalan dengan riang, dan dimaknai bahwa kekasih sang wanita yang gusar tersebut lagi senang-senang main gila sementara pacarnya kesepian, ah gak gitu-gitu amat saya haha. Toh itu adalah foto yang spontan dan terbuka, bukan foto komersil yang setiap sisi sudah dikonsep, benar-benar dikonsep.

Tapi memang sebuah foto itu melebihi seribu kalimat cerita, mestinya. Maka kita tidak bisa membatasi gerangan seribu kalimat apa yang muncul di kepala seseorang saat melihat foto kita. Imajinasi penikmat sih terserah saja, urusan kita hanya memotret, dan sebaiknya foto itu enak dilihat.