MKBHD sering berkata dalam video-videonya, “Cheap smartphone are getting good, good smartphone are getting cheap.” – tapi itu ‘kan smartphone. Bagaimana dengan perkakas fotografi, misalnya lensa…?
Well. Lensa bagus semakin murah, saya sulit untuk berkata iya karena harga lensa keluaran produsen kamera semakin naik. Biasanya mereka mengeluarkan jenis lensa yang sebelumnya belum ada, misalnya 10-15mm. Misalnya. Itu sudah pasti mahal, formula baru. Atau juga mengeluarkan verian yang lebih “pro” dari varian yang sudah ada. Misalnya, sebelumnya ada Fujinon 56mm F/1.2 yang bagus-bagus saja, dibuat versi Weather Resist, harga sudah pasti naik. Kemana saja selama ini… 56mm itu dilahirkan bareng dengan X-T1, body weather resist, kenapa lensa weather resistnya baru sekarang. Tapi tak apa, baguslah ada. Namun apakah 56mm yang versi biasa jadi turun harga? sayangnya enggak, mahal cenderung naik hahaha.
Beruntunglah kita bahwa hal lainnya, lensa murah semakin bagus! terima kasih untuk TTartisan dan kawan-kawannya dari China. Varian produknya semakin banyak, dan semakin bagus. Harga selalu bersahabat, dan semoga memberikan tekanan pada produsen lensa native bahwa mereka tidak bisa lagi ngasih harga semaunya, pembeli kita sensitif soal harga, apalagi ketika mendapati lensa-lensa murah dari China membanjiri pasaran. Mereka paham kok pasti tidak sebagus lensa native, pokoknya asal bokeh aja dulu deh hehe.
Karena saya pakai Olympus, maka saya pakai lensa ini untuk varian Micro Four Third (MFT). Dan tanpa harus bersusah payah menghitung crop factor, kelihatan jelas kalau lensa ini tidak dibuat khusus untuk MFT. Ini lensa APSC. Cuma diganti mounting saja. Yang penting ngepas, toh tidak ada koneksi elektroniknya. Bahkan tulisan pada lens cap selalu “APSC”… ini menyebalkan, kalau sudah mau keluar effort oprek mounting, kenapa gak ada effort buat bikin sablonan “MFT” untuk tutup lensa…
Seperti biasa, build quality TTartisan selalu mantap. Tak terkecuali lensa ini. Hanya saja sebel tutup lensanya sok-sok kayak Fuji X100 tapi kurang busa, jadinya longgar dan mudah lepas. Kalau lepas lalu jatuh sih biarin, cuma tutup doang. Yang parah kalau lepas di dalam tas, lantas tutup logam itu menghajar-hajar bagian depan optik. Padahal pada 35mm, tutupnya bagus model screw, pasti paten nempel. Ini mirip yang 7.5mm. Eh yang 7.5mm lebih bahaya sih, karena lensa fisheye, optiknya cembung.
Fisik lensanya kayak lensa-lensa Rusia jaman analog. Ada zebra-zebra gitu. Ini kalau dipasang pada E-M5 III yang silver, keren makin muncul kesan vintage. Sayang saya pakainya E-M10 karena E-M5 III tidak dijual di sini… ehem OCCI. Bobot lensa ini… lumayan. Karena full metal, jauh lebih berat daripada lensa Lumix atau Olympus yang ukurannya sama. Ring F ngeklik tapi lembut, ini bagus untuk memotret karena kita jadi gak usah lihat lagi lensa, hitung saja sudah ngeklik berapa stop. Untuk video sepertinya aman karena klik-klik dia lembut. Ring fokus juga oke, sangat layak.
23mm… kena crop factor 2x… jadinya 46mm. Focal Length apaan coba. Kalau di APSC sih jelas, jadinya 35mm, secara “tidak resmi” memang diakui sebagai focal length yang lumrah. Ini juga terjadi pada TTartisan 35mm yang jadi 70mm pada Olympus dan Lumix alih-alih 53mm di APSC.
Ya, mau gimana lagi, dibikinnya seperti itu. Pinter-pinter aja pilih yang mendekati kebutuhan. 46mm unik juga sih, di antara 35mm dan 50mm. Anggap saja 50mm standar lah. Dengan bonus F/1.4. Untuk mendapatkan FL 50mm dengan bukaan F/1.4 pada MFT tuh sebelumnya kita harus beli Panaleica Summilux 25mm F/1.4, dengan harga lima kali lipat lensa ini.

Buat kalian yang bertanya apakah F/1.4 pada MFT sama dengan F/1.4 pada full frame, jawabannya adalah… sama, dalam hal menangkap intensitas cahaya masuk. Namun untuk DOF, tidak, ini setara F/2.8 full frame. Kurang bokeh dong? ya enggak juga, bokeh-bokeh aja bergantung FL lensa, cuma dimensinya ya tidak sama dengan full frame. Makanya kalau biasa nyetrit F/8 pakai full frame, di MFT F/4 juga sudah sama ruang tajamnya… hemat shutter speed dan ISO. Ini yang orang sering lupa, cuma inget minus-minusnya saja.

Anggap saja ini 50mm, atau hampir. Maka lensa ini harusnya cocok di jalanan. Bergantung apa kamera kalian, tapi sepertinya pada pakai focus peaking ‘kan? atau minimal zoom digital pada titik fokus. Saya selalu pakai highlight peaking warna kuning, karena jarang ada objek di jalanan yang warnanya kuning. Lensa ini cukup wide makanya kalau pakai F/2.8 atau lebih lebar, rada susah cari peakingnya, karena ruang tajam yang sedikit. F/4 ke atas barulah enak, semakin lancar di F/5.6 dan seterusnya. Saya harus meneliti lagi apakah “contrast only” dan “phase detection” ada pengaruhnya atau tidak terhadap kesulitan cari highlight peaking ini, karena walau lensanya tidak ada koneksi elektronik pada kamera, tetap saja sensor yang bekerja menangkap cahaya dari lensa. Setahu saya hanya Olympus E-M1 dan E-M5 yang rada baru-baru saja yang punya hybrid PDAF.

Tapi itu tidak begitu signifikan kok, paling cuma ngabisin waktu 1-2 detik untuk bikin pas titik fokus. Lagian makanya pakai lensa begini ‘kan antara sudah jago sekali, ingin menyusahkan diri sendiri, atau gak punya duit. Coba pakai lensa AF, sat set sat set. Makanya kita mau bersusah payah muter-muter ring fokus, pasti karena ingin mencari karakter khusus pada sebuah lensa manual ‘kan…? karena kalau datar-datar saja, ya ngapain, pakai kit lens saja.
Pro tips : kalau mau gampang cari highlight pada peaking, set preview foto jadi monokrom. selesai.
file RAWnya tetap berwarna kok.
Syukurlah ada sedikit karakter khusus dari lensa ini yang bisa dinikmati. Pertama, warnanya. Bener-bener jadul. Hehe tapi karena saya edit semua foto jadi monokrom, jadinya kalian gak bisa lihat, maaf. Kedua, bokehnya. Karena ini bagaimana pun setara 46mm artinya gak dekat-dekat amat, butuh effort untuk dapat blur background. Satu meter dari subjek cukup lah, usahakan backgroundnya jauh.
CA, purple fring apapun itu, saya gak peduli karena selain mudah untuk dibetulkan, saya juga bakal edit monokrom. Oh iya, flare pada lensa ini cukup oke lho. Kasar sih, tapi berkarakter.
Buat kalian yang suka nyetrit pakai zone focus, jangan coba-coba main jepret saja setelah mengikuti meteran pada body lensa. Ingat, ini lensa APSC. Meski meterannya pas di satu meter, itu tidak benar-bener satu meter… jadi untuk mendapatkan jarak fokus tepat satu meter, set meteran pada ring fokus sekitar 1.2 meter. Biar lebih yakin, tes dulu MF + peaking pada objek diam misalnya motor parkir. Set F/5.6 saya rasa sudah aman. Mau ngeflash juga enak, masih cukup wide lah segini, gak usah lihat lagi layar yang kadang terlalu gelap saat malam, asal sudah yakin jarak fokusnya, hajar langsung…

Ah itulah dia lensa TTartisan 23mm. Murah kok barunya cuma 1.5 juta belum termasuk cashback Tokopedia. Toko-toko mapan kayak DOSS, Focus atau Braga photo pasti punya lensa ini, gampang dicari. Gak kayak Laowa uhuk… Pokoknya 1.5 juta untuk lensa yang FL dan bukaannya setara Panaleica 25mm ini rasanya sebuah obral. Malah ada bonusnya : tangan pegel muter-muter ring fokus, dan juga berat. Tapi foto rada artistik. Sedikit. Haha.



