Aaaah aku balik lagi pakai Android. Terakhir pakai tuh Pixel 3, sekitar 2019. Setelah generasi itu, Pixel rada kurang bikin saya sreg. Banyak masalah dan kadang pakai chipset kelas menengah. Barulah Pixel 6 kembali lagi ke jalur yang benar. Oleh sebab itu, ketika aku lagi agak bosan pakai iPhone, pilihanku ya cuma Pixel. Kameranya oke, OSnya pure ringan serta dukungan update software panjang (walau tidak sepanjang iPhone).
Tapi… semenjak aturan IMEI ganas kembali, kita sebagai orang yang melek teknologi harus tahu bahwa ponsel luar negeri yang aman dipakai itu yang terdaftar Bea Cukai, bukan Kemenperin. Inilah dia, Pixel 7 yang di luar negeri hanya $699, masuk sini jadi 15 jutaan setelah kena biaya cukai dan berbagai cuan dari penjual. Itu belum termasuk rada tidak aman karena kalau rusak atau harus ganti sesuatu, susah juga.
catatan : hape resmi tidak akan terdaftar di bea cukai, ya karena dia diproduksi di sini. ceknya kemenperin.
Saya tidak mau pakai Oppo, Vivo, Xiaomi dan kawan-kawannya. Samsung kelihatannya oke, mau tidak mau. Walau yang saya suka cuma S22 normal, karena kelihatannya kecil. Eh… MKBHD bikin review benda ini, dan bahkan dalam smartphone awards 2022, dia puji habis-habisan, lalu juga peringkat tiga blind camera test yang votingnya lebih dari 20 juta netizen. Tertarik sekali saya. Apalagi harga di sini, jauh lebih murah daripada hape sekelasnya. Kelihatannya juga compact.
Akhirnya saya beli di Tokopedia. Sebetulnya di official store Asus, harganya 7.699 untuk varian 6/128 ini. Masalahnya barangnya ghaib, ada sejam langsung sold semua. Terpaksa saya beli di tengkulak, 7.999 juta. Ya ada cashback lah 300, itu duit bukan dari Tokped melainkan memang penjual dikenakan biaya Power Merchant yang luar biasa mencekik. Saya sangat paham hal itu sebagai penjual. Haha.
video unboxing – video hands on
Pertama pegang kardusnya, bahannya kayak nasi kotak. Seandainya harga jual hape bekas tidak terpengaruh kelengkapan box, sudah saya buang. Isi boxnya ada kepala charger 30 watt, kabel C to C, earphone yang mirip Earpod, case bawaan yang lumayan bagus sekelas Nillkin lah, lalu juga kartu garansi yang entah TAM entah Asus Indonesia, semoga saya tidak harus ke service center selamanya (alias barangnya awet). Saya beli warna biru, karena tidak ada pink. Keren ada angka 09, suka aja, kayak angka di tanda tangan saya (cek header website haha).
Saat digenggam, sejujurnya entah apa maksud “compact” yang mereka maksud. Ini memang lebih kecil dari flagship kebanyakan, tapi tidak bisa juga dibilang compact. 13 Mini baru compact, ini sih normal. Ukurannya sama persis dengan iPhone 12 biasa. Cuma lebih ringan. Dan saya langsung menyesal kok bukan pilih warna hitam. Saya ini tidak suka pakai case tambahan, dan kendati hape ini enak sekali digenggam dan tekstur belakangnya gak licin, itu dia masalahnya… bahan belakangnya seperti kertas, melengkung pula. MKBHD dan Gadgetin sudah membuktikan, seminggu pakai langsung dekil. Ah… terpaksalah saya pakai case.
Lensa kameranya terlalu besar dan mengada-ngada. Baguslah, jadi eksentrik dan beda dari hape China. Asus ini dari Taiwan, bukan China, karena saya mengakui kemerdekaan Taiwan dan Hongkong.
Tombol powernya di tengah frame, merangkap finger print. Setelah dua hari, tidak pernah lagi saya pencet, saya pakai face unlock dan double tap di layar untuk nyala mati. Yang paling asyik, ada 3.5mm earphone jack dong… di hape flagship. Saya angkat topi untuk Asus. Mana DACnya bagus pula.
Hape ini dual sim 5G. Gak ada slot SD card. Saya cuma pakai satu simcard sih.
UI dan UX
Nah inilah salah satu alasan saya pilih hape ini, karena UInya stock Android kayak Pixel. Tidak ada bloatware. Semuanya smooth. Namun fitur-fitur tambahan dari Asus juga ada, semisal slide di tombol power untuk berbagai fungsi.
Saya harus penyesuaian lagi pakai Android sih.
Bawaannya Android 13. Katanya dapat update major dua tahun plus setahun update keamanan. Angka yang luar biasa buruk, selaku saya biasa pakai iPhone. Juga dengan melihat Samsung dan Pixel berani kasih lima tahun. Ini kayak jual lepas sih jadinya, sekelas flagship masak usia updatenya pendek.
Oh, getar pada hape ini bagus sekali. Biasanya saya matikan getar pada hape, sekarang saya pakai terus.

Baterai
Aman. Sudah saya pakai beberapa hari, ngecas pagi baru cas lagi esok paginya. Bahkan bisa saja lebih lama kalau saya tidak main Asphalt atau Genshin.
Ngecasnya sekitar sejam sampai 90%. Saya aktifkan fitur stop listrik di 90% supaya umur baterainya lebih panjang. Ya walau mungkin tidak akan saya pakai bertahun-tahun, setidaknya user berikutnya akan saya wariskan baterai yang sehat.
Layar
Ukurannya 5.9″ Full HD dengan refresh rate adaptive 120hz. Tapi minimalnya 60hz, tidak bisa lebih rendah. Warna dan kontras khas AMOLED. Walau saya rada kurang sreg saat menampilkan warna abu-abu di beberapa bagian interface, suka tiba-tiba berubah dari abu tua ke abu muda, lalu ada tekstur-tekstur vertikal. Ini pasti karena adaptive refresh rate, tapi kalau yang garis-garis itu entah interface bawaanya entah penyakit AMOLED, saya belum menemukan jawabannya di forum manapun.
Pada kondisi di bawah terik matahari, layarnya tidak seterang iPhone. Kurangi panas-panasan.
Performa
Saat hape ini diluncurkan, Snapdragon 8+ gen 1 adalah prosesor terkencang Android. Saya tidak tertarik dengan skor benchmark, karena real life experience itu lebih penting. Dan… hape ini memang ngebut.
Tak lain tak bukan, cara mengetes kekuatan adalah dengan main Genshin Impact. Rata kanan semua, lancar. Tapi hapenya hangat, dan saya tidak kaget. Sejujurnya kalau main di layar segede gini, gak harus rata kanan sih. Intinya dia mampu main game apa saja, walau nanti kasihan baterainya. Genshin sudah saya hapus, cukup di iPad saja, saya tidak mau kehabisan baterai di saat penting gara-gara main game.
Kalau sekadar chat sosmed dan edit video sih, enteng banget. Overkill.
Audio
Ya… saya punya headphone mahal yang bisa colok 3.5mm bisa juga via bluetooth. Bagusan gimana? ya bagusan pas dicolok kabelnya lah. Orang gila kapitalis mana sih yang punya ide membuang port 3.5mm. Apple sih. Brand kesayangan saya, haha.
DAC pada hape ini bagus, bagus banget. Mode suara juga lengkap.
Speakernya kencang dan jernih. Belum pada level iPhone atau ROG, tapi sudah lebih dari cukup. Dual stereo pula.
Belum cukup sampai di situ, dia kasih earphone 3.5mm. Di luar dugaan, kualitasnya solid, mirip sekali sama earpod, baik bentuk hingga karakter suaranya. Tidak ada test ilmiah karena telinga saya telinga awam, tapi saya puas dengan audionya. Sialnya koleksi earphone saya bluetooth semua karena paksaan jaman. Syukurlah earphone bawaanya terbilang cukup.
Kamera
Kamera selfienya 12 megapixel. Sekian.
Kamera belakangnya 50 megapixel dan ultra wide 12 megapixel. Ini tidak seperti iPhone, kualitas kedua kameranya jomplang, kalau tidak terang-terang amat saya tidak akan pakai ultrawide. Tapi ini adalah hape yang meraih peringkat tiga di blind camera test MKBHD, dan saya sangat percaya sama dia.
Gak juga sih. Test dia pakai kamera bawaan Asus. Saya pakai GCam mod. Itu adalah software kamera untuk hape Pixel, dibajak supaya kita bisa merasakan punya kualitas komputasional mendekati Pixel. Kalau sama persis ya tidak mungkin.
Bukan berarti saya tidak percaya pada kamera bawaan Asus, karena cukup bagus kok color science dan segalanya. Hanya saja kamera bawaanya tidak bisa RAW. Padahal ada mode pro. Mengapa oh mengapa. Saya diharuskan mengedit foto jadi monokrom (oleh diri sendiri), dan tentu saja saya harus motret RAW karena rusak kalau JPEG diedit.
Anyway, semua foto pada artikel ini file RAWnya yang berwarna bisa kalian unduh di sini. Saya pakai GCam mod dengan konfigurasi Pixel 5, jadi hanya 12 megapixel. Dan memang tidak butuh tuh 50 megapixel.
Ini entah mengapa, entah konfigurasi GCam saya salah atau kompatibilitas dengan hardwarenya memang begini… ketika cek file RAWnya di layar hape, semuanya normal. Fotonya burik, tapi ya itu normal. Pas pindah ke Macbook dan buka di Photoshop, kok warnanya jadi kayak… Classic Chrome Fuji, serius. Ini terlihat bagus tapi ya warnanya gak normal lagi, saya juga kehilangan warna biru langit karena saturasi yang rendah dan susah diangkat.
Tapi setelah edit Silver Efex Pro, jadinya malah bagus. Gak seperti monokrom RAW Google Pixel (well ini memang bukan Pixel, hanya pakai mod kameranya saja). Bagus banget, tajam detail dan tekstur kulitnya jadi kayak pakai kamera 1″ macam G7X II. Antara senang atau sedih sih, namun di kemudian hari kalau saya gak bawa kamera, ini bisa diandalkan untuk kegiatan foto yang rada artistik. Coba aja sendiri deh, saya lampirkan link download di paragraf atas.
Sensor kamera ini sama dengan yang dipakai Nothing Phone 1 dan ROG 6. Bukan sensor yang spesial, beda kelas dengan iPhone atau Galaxy S22. Makanya saya hack pakai GCam. Kendati demikian, hasil kamera bawaannya pun tidak buruk kok, saya saja yang manja selalu ingin RAW. Saya tidak suka software ngatur-ngatur warna atau dynamic range. Makanya jangan tanya zoom digital atau portrait mode bokeh palsu karena tidak akan pernah saya pakai hahaha… Saya ini street fotografer bukan reviewer hape, harap maklum.

catatan : kalau tidak penting-penting amat, tidak usahlah motret RAW di hape. Ini berbeda dengan kamera mirrorless, RAW dan JPEGnya akan sangat jomplang, karena pada JPEG segala komputasional fotografi sudah masuk, makanya fotonya bagus sekali, sedangkan RAWnya akan jelek sekali. Kecuali ingin color grading gila-gilaan, barulah pakai RAWnya. Lagipula tidak bisa RAW saja, harus ada JPEGnya. Jadi fotonya gak bisa sat set sat set karena tetap saja dia memproses JPEG dulu, sekalipun kita tidak butuh. Dan setelah lihat JPEGnya, pasti jadi males ngedit RAW hehe.
Kesimpulan
Delapan juta. Tujuh koma kalau menghitung cashback. Ya worth it lah. Kalau dibelikan iPhone paling dapet iPhone 11 bekas. Semuanya solid, gak ada keluhan yang sangat deal breaker. Paling cuma dukungan software yang pendek, yang mana mungkin untuk pemirsa awam gak jadi masalah. Kamera bagus, audio bagus, UI smooth, performa buas. Apa lagi.
Harga sih, oke banget. 6/128 cukup buat saya. Kalau kurang beli aja yang 8/256 atau 16/256, tapi jadinya gak murah lagi. Barang rada ghaib, banyak yang jual seken seharga baru. Entah kenapa juga mereka jual, mungkin kekecilan atau cuma coba-coba. Buat saya sih oke, tadinya saya kira hanya akan saya pakai sebagai selingan, tapi simcard saya sudah kadung masuk, saya pakai saja deh… setidaknya sampai harga iPhone 13 turun…











