Seperti mobil, kamera pun ada masa edarnya. Berapa tahun kamera tersebut tetap diproduksi serta beredar di pasaran, sebelum discontinue untuk dibuat penerusnya. Baguslah kalau ada penerusnya, tapi bagaimana kalau penerusnya malah jadi buruk, atau malahan sama sekali tidak dibuat penerusnya…? jadinya ya seperti kamera-kamera ini…
Yang sialnya adalah jenis kamera kesukaan saya, premium compact. Di sini saya akan terlihat lebih tahu daripada para desainer maupun insinyur Fujifilm terkini, karena sepertinya mereka bukan orang yang sama dengan yang dahulu bikin X70, XF10, XQ2 dll. Bahwa di dunia fotografi ini tidak semua orang suka memotret gunung atau kawinan, banyak juga yang suka motret di jalanan, ingin kamera kecil, simpel namun tetap bertenaga. Memang lensanya tidak bisa diganti jadi tidak ada kemungkinan beli lensa lagi, tapi ya sudah biarkanlah kami bahagia, urusan beli lensa untuk cuan perusaan, ‘kan sudah ada anak landscape atau wedding!

Jadi begini, tahun 2017 Fujifilm membuat sebuah kamera untuk menantang hegemoni Ricoh GR di segmen kamera street kecil tapi sensor besar, dibuatlah X70. Karena X100T tidak bisa bersaing karena bukan lawannya, mau dikasih istilah pocket sekalipun ya tidak bisa masuk saku. Sebelumnya Nikon coba juga bikin, namanya Coolpix A, gagal total entah mengapa. Tapi kalau Fujifilm, mereka tidak kekurangan sumber daya atau pemasaran, jadi harusnya sukses.
Eeeh, itu X70 cuma setahun saja diproduksi, dan tahun depannya penjualan dihentikan. Bukan tidak laku, karena barangnya habis kok. Namun entah mengapa, ya sudah saja, seolah-olah memang dibatasi produksinya. Lain dengan X-A atau X-T100 yang walau gak jelas dan bikin citra brand jadi alay, terus saja dibuat penerusnya. Rumor demi rumor bakal ada X80 atau apapun namanya, terus bergulir. Lima tahun berlalu, nihil.
Akibatnya 2019 dan seterusnya, orang yang ingin mencoba X70 ya harus beli bekas. Pernah sih 2020 atau kapan ya, pas black friday, Fujifilm sini menjual X70. Tapi hanya sebiji. Satu biji! itu pun yang check out Tokopedianya temen dia-dia juga. Artinya apa, gudang mereka pun tidak punya kamera tersebut.

Sekitar 2020 dan 2021, kalau mau cari X70 bekas di Tokopedia, masih agak mudah lah. Pasti ada aja, kondisi mulus pun masih gampang dipilih, harga rasional sekitar lima jutaan. Saya sudah buktikan hal ini, karena saya kalau ditotal pernah punya X70 sampai enam kali. Terbanyak, imbang dengan Ricoh GR II, yang juga nanti akan saya bahas.
Tapi namanya barang apalagi elektronik, pasti punya usia pakai dong. Baik dari segi fisik, apalagi fungsi. Makin ke sini, mungkin unit yang tadinya berfungsi, sudah tidak nyala. Unit yang berfungsi baik pun, mungkin pemiliknya tidak mau jual karena berbagai hal, dan kalau pun ada, harganya jadi gak karuan… bisa mencapai delapan juta.
Bulan April 2023 ini, saya beli dua unit (tidak bersamaan), satu silver satu hitam. Harganya identik, enam juta pas, mulus like new. Bisa dapat karena saya selalu mantengin Tokopedia bahkan saat lagi jongkok di WC. Langsung saya buktikan, apakah permintaan pasar memang seagresif itu terhadap unit lama Fujifilm… Setelah saya pakai beberapa hari, langsung saya pasang masing-masing 7.500.000,- . Hitungan jam ludes ada yg check out, tanpa ba bi bu nawar.


Kelangkaan dan kenaikan harga ini terjadi juga pada jenis-jenis kamera lawas Fuji lain terutama yang masih “Made in Japan” semisal X-T1, XPro2, X-E2, X100T dan X100F. Namun tetap saja X70 yang paling parah, karena selain dia, jenis kamera lain yang saya sebutkan itu populasinya cukup banyak karena masa edar di pasarannya lama.
Ini hanya opini saya saja selaku fans sekaligus hater Fuji, tapi seri-seri lama mereka, bagi saya jauh lebih menarik dan menggugah daripada X-H1 atau X-S10. Tentu tidak lebih canggih secara teknologi dan fitur, tapi dari segi asyik untuk dipakai serta tone warna Xtrans2, bisa diperdebatkan.
Kalau bisa bikin foto bagus pakai X-T1 lima jutaan, ngapain beli X-T5 yang harganya enam kali lipat? toh cuma untuk hobi. Bisa saja orang-orang punya pikiran macam itu ‘kan. Yang mana, menjadi salah satu syarat pun faktor penyebab harga kamera lawas Fuji melonjak. Dalam hemat saya, syarat sebuah kamera bekas harganya stabil apalagi melonjak tuh bukan cuma harus “langka”. Karena kalau cuma langka, Lumix GX7 dan GX85 pun langka. Juga bukan cuma harus “bagus”, karena kalau cuma bagus, Olympus E-M5 II pun sangat bagus. Harus ada faktor utama, yakni permintaan pasar… karena selangka-langkanya GX7 dan sebagus-bagusnya E-M5 II, kalau gak ada yang nyari ya harganya turun terus.
Dalam hal ini, Fujifilm masih punya pesona yang membuat fans lama maupun fans barunya tetep ingin membeli, walau itu kamera tahun 2013. Tapi masa bodohlah seri interchangeable lens, toh pilihannya banyak. Lah ini X70 (dan juga X100 series), mereka tidak cukup melek untuk melihat antusiasme fans garis kerasnya, sudah tahu X70 itu sekarang diburu, bukannya bikin penerusnya, X80 atau apalah itu.
Eh, X100V yang umurnya belum ada tiga tahun, kemarin saya lihat bekasnya 27,5 juta. Dahulu kala ketika masih ada di toko, harganya 22 juta. Saya yakin seyakin-yakinnya karena dulu pernah beli sebiji pas baru diluncurkan. Fenomena ini bukan cuma di Indonesia, di luar negeri pun demikian. Seri X100 dari dulu memang dibuat terbatas dan tidak pernah ada diskon, karena peminatnya kaum tertentu. Makanya selalu tersedia di pasaran. Namun sekarang hal itu tidak berlaku lagi.

Kamera lain yang saya idam-idamkan ingin punya lagi adalah Ricoh GR II. Ini setali tiga uang dengan X70, tapi selain daripada memang dari awal jumlahnya memang sedikit, kamera ini langka di pasaran karena banyaknya emang pada rusak sih. Makanya sekalinya ada yang jual bekas, harganya sudah kayak baru. Lain dengan GR III yang stok di pasaran aman. Selain karena terhitung masih muda, memang bobrok juga itu kamera. Harganya dua kali lipat GR II tapi kualitasnya cuma setengah GR II.
Inti dari curhatan ini bukan mengeluhkan soal harga, karena kalau suka ya beli saja. Tapi penyebab kelangkaannya. Terutama X70, apa Fujifilm tidak punya keinginan bikin penerusnya? dari awal, kami-kami yang suka premium compact ini sudah dipaksa harus beli X100V. Sekarang X100V langka, harus beli apa? Sony RX100 VII?
Saya tidak bisa marah hal serupa ke Ricoh karena mereka bikin kok Ricoh GR III dan GR IIIx, tapi ya itu tadi, kualitasnya weleh-weleh.

Sebetulnya tidak adanya penerus X70 bisa dilihat dari visi perusahaan tersebut, salah satunya ya sosial media dia. Dari seratus foto, berapa persenkah yang merupakan foto “street”? nah itu, mencerminkan pandangan mereka terhadap pegiat foto street, sebelah mata. Genre itu saja dianggap tidak ada, ngapain harus dibuatkan kameranya.
Seandainya mereka tahu fakta di lapangan dan mau mendengar masukan dari fans cerewet macam saya…



