Sempat Kaya dari Jualan Kamera, Tapi… (part 3)

Kami bertiga duduk di cafe yang masih saja panas walau sudah ada AC, serta harga di menunya kelewat mahal dibanding di kota saya. Akhirnya Bennett tahu Thoma itu yang mana.

“Ohh ini Mas Bennett yang suka diceritain itu ya kang…?”

“Haha iya mas, penyumbang modal saya.”

“Emang suka jualan kamera mas?”

“Enggak, saya bisnis parfum dan minyak rambut mas…”

“Waah, mantap tuh.”

“Nanti saya kasih buat hadiah mas…”

“Wah gak usah repot-repot…”

“Santai mas, terima kasih udah nyuplai kamera…”

“Oooh iya, sama-sama. Nanti alamatnya saya chat ke Kangchem ya.”

Begitulah, kami kembali, bawa ratusan kamera, sampai penuh mobil dan nyaris gak bisa lihat belakang dari spion tengah. Bervariasi, antara kamera-kamera jadul kondisi prima, kamera rada baru, kamera spesialis make up artis, hingga lensa-lensa yang kalau sengaja beli saya pasti gak mau.

Esoknya, di siang yang malas. Di kantor merangkap gudang kamera.

“Gimana Macbook baru kang?”

“Silver Efex crash terus, enakan yang lama.”

“Photoshopnya harus terbaru. Ini ada yang promo, Adobe 2jt setahun, bisa dua device.”

“Boleh.. boleh…”

Seperti biasa, kegiatan harian tak jauh dari paking kamera untuk dikirimkan. Diselingi juga bisnis urunan, bikin strap kamera dan beli beberapa bal pakaian pekas untuk “trift” yang konon lagi populer. Waktu diajak urunan masing-masing 20 juta, saya setuju saja. Selama itu untuk bisnis, saya menyambut baik.

Pekan berikutnya, kami menantikan bersama pengumuman lomba foto dengan hadiah cukup besar. Yah… kami kaget karena foto-foto yang menang, tidak lebih bagus dari foto-foto yang tidak menang.

“Kok kayak gini yah yang menangnya, kang…?”

“Iya… kalau brand kita ini, saya gak kaget sih…”

Memang Bennett punya sifat dasar suka kepo. Dia selidiki akun-akun orang yang menang, terlihat sekali memang ada persamaan circle.

“Ini following followernya mirip-mirip kang…”

“Gimana tuh?”

“Orang-orang komunitas brand itu semua…”

“Iya kayaknya…”

“Ada si Thoma juga nih di daftar teman mereka…”

Akhirnya Bennett mendapatkan akses untuk menghubungi Thoma, setelah menemukan akun Instagramnya. Bukan berarti aku melarang siapa pun berteman dengan siapa pun, tapi aku ingin mencegah ada komunikasi seputar bisnis tanpa melewati saya. Bennett ini walau aku tahu cukup agamis bahkan sudah umroh, tetap saja orang bisnis, dan aku sudah melihat sisi oportunis dia. Aku mulai harus menyusun rencana cadangan, kalau-kalau ada hal yang mulai keluar dari batas-batas yang sudah disepakati.

Aku pakai jaket, bersiap pergi.

“Mau ke mana kang…?”

“Motret Luna.” jawabku.

*****

Pekan-pekan berikutnya, pasokan kamera tidak ada. Sudah coba aku chat Thoma, tapi tahu sendiri, orang itu kalau tidak balas, pasti sekalian tidak dia buka chatnya. Aku lihat Bennett lagi paking satu set parfum, tidak biasanya karena dia selalu suruh anak buahnya.

“Buat siapa itu?”

“Buat dikirim ke Thoma.”

“Hah? bukannya baru kemarin?”

“Gak apa-apa, biar stok lancar lagi.”

“Tahu alamatnya…?”

“Ada. Udah tanya lewat DM. Nomor WhatsApp juga ada.”

Untuk beberapa saat, aku tidak ke gudang kamera karena punya kesibukan lain bersama adik-adik kelas di kampus. Aku tetap akan tahu kalau ada kamera terjual, karena akun Tokopedia saya yang pegang. Ketika ada yang pesan, aku akan kabari Bennett, untuk selanjutnya dia suruh anak buahnya paking dan kirim ke kurir.

Pekan-pekan berikutnya, pasokan barang terhenti. Dulu pernah begini, tapi gak lama, dan berikutnya langsung banyak lagi. Mau aku chat juga percuma, kelakuannya ‘kan begitu. Aku sibuk mengerjakan proyek fotografi, juga sudah masuk bulan puasa. Aku jadi tidak pernah lagi ke gudang, soalnya lokasi kegiatanku sehari-hari arahnya berlawanan. Nanti saja kalau barang datang lagi, pikirku. Untuk alasan Bennett sudah kepo cari sendiri kontak Thoma, aku agak gusar sebenarnya, dan bikin aku jadi malas untuk chat dia kalau tak ada alasan bisnis.

Tengah malam di rumah, aku ingin mencoba yang namanya Lightroom. Sebelumnya tak pernah. Karena aku sudah langganan Creative Cloud secara resmi, maka aku tinggal download. Pakai akun bersama yang aku beli urunan dengan Bennett. Uh aku tak paham sistem Lightroom, apaan ini ada cloud library segala… dan ketika aku lihat isi cloud library, aku terkaget.

Aku melihat foto-foto unit kamera seperti biasa, tapi tidak di etalase yang seharusnya. Sangat kukenali pemandangan ini, itu di rumah Bennett. Aku hapal dry cabinetnya karena aku yang belikan di Tokopedia. Kemudian juga, ada screenshot beberapa chat, isinya dia menawarkan unit-unit kamera kepada orang yang tidak kukenal. Sepertinya pengepul-pengepul kamera bekas. Terus aku lihat hal-hal yang semakin membuatku marah ini. Ada juga beberapa unit X100 dan A7 iii yang kupesan dari Thoma untuk kupakai sendiri tapi tak kunjung tiba, ada fotonya di library. Lengkap dengan riwayat chat dan foto transaksi m-banking.

Kepalaku pusing. Sangat marah. Aku harus melakukan sesuatu. Segera.

Bersambung…