Street potrait

Street Portrait #1 : Apa Itu Street Portrait?

Dari dulu, susah sekali membuat satu definisi pasti apalagi untuk hal yang sifatnya terus berkembang. Mari membuat ini terasa mudah dan sederhana, street portrait adalah gabungan dari street fotografi dan portrait fotografi.

Street fotografi itu spontan, alami, apa adanya. Sedangkan portrait mestinya terencana dan terkonsep. Bagaimana bisa keduanya disatukan? Baiklah, ini contoh kejadiannya. Kamu lagi hunting street anggaplah di Alun-alun kota Bandung, eh jangan deh terlalu mainstream, ceritanya kamu lagi ingin foto-foto hiruk-pikuk kehidupan di kawasan Jalan Merdeka Bandung. Tiba-tiba kamu melihat seorang wanita yang tampak bimbang, gusar, menanti sang kekasih yang tak juga menjemput.

Kamu ingin sekali mengabadikan ekspresinya, namun lensa yang kamu pakai adalah 28mm tak bisa zoom (saya banget). Sedangkan foto tersebut akan sempurna jika dia terekam sekalian dengan latar belakang yang juga hidup dengan kesibukannya masing-masing. Apa yang kamu lakukan? Tetap candid dengan resiko dia kabur, atau melakukan kontak agar dia mau difoto?

Satu detik setelah ada kontak apapun, dan dia bersedia difoto (atau minimal tidak menolak), itulah proses street portrait. Bagaimana supaya dia mau? Lalu, kamu tak pernah tahu kapan kekasihnya tiba, apakah satu jam lagi atau malah satu menit lagi, makanya dalam waktu yang terbatas kamu harus berhasil mendapatkan foto yang enak dinikmati.

Kamu akan mendapat setengah keuntungan memiliki model, namun setengah lagi kamu harus memaksimalkan segala spontanitas yang akan selalu terjadi di ruang publik. Pada akhirnya, terkadang lebih menarik prosesnya daripada fotonya.

Lho apa bedanya dengan portrait biasa? Atau jangan-jangan ada yang berpikir, bawa saja model lalu foto di tengah jalan. Nah, inilah, meskipun saya tidak ingin meributkan definisi, jelas ada batasan yang sangat jelas antara “street portrait” dengan “portrait on the street” : subjeknya, posenya, set-up, dan tentu saja prosesnya.

“Kang, susah amat ngajak-ngajak orang foto? Candid dari jauh saja pakai tele…”

Hahaha, saya setuju kalau lensa 200mm itu dipakai buat portrait studio atau di taman. Lensa dengan focal lenght panjang akan membuat latar belakang tertarik padat ke dalam frame, atau jadi bokeh sama sekali malahan. Itu tidak saya inginkan karena saya ingin ada kehidupan lain di latar belakang yang ikut terlibat menyusun komposisi dalam foto tersebut.

Lagian apa serunya sih motret orang dari kejauhan? Situ fotografer NatGeo yang lagi motret elang ngasih makan anaknya di sarang puncak tebing berbatu ya? Hahaha.

Lanjut part 2 di sini