Kamera Bagus yg Tidak Diketahui

Sebetulnya membuat tulisan seperti ini akan bikin harganya jadi mahal, akan tetapi…

Ya, saya berharap kamu jadi tahu dan bisa outsmart para tukang gorengan hahaha. Sejujurnya di era sekarang, yang mana banyak Youtuber berlomba-lomba “menemukan” hidden gems versi mereka, pemirsa yang mendadak suka kamera dan penjual yang memanfaatkan FOMO untuk menggoreng setinggi-tingginya… kita tak punya pilihan lain. Tapi celah itu selalu ada kok…

Buktinya, saya sendiri tidak tahu kamera ini eksis. Aku tidak beli karena ngiler lihat video orang atau apalah, melainkan saya ditawari langsung oleh seller langganan yang suka belanja loak di Singapore. Makanya kemarin, saya beli kamera Samsung langsung dua biji malah. Yaitu Samsung NV3 (digicam yang ada MP3 player), dan EX1, yang akan dibahas kali ini.

Seller langganan ngirim beberapa video stok gudang dia, lalu saya tertarik dengan kamera ini. Dari ukuran serta keberadaan dial PASM, sudah pasti ini bukan digicam basic. Segera saya Googling, oh rupanya kamera ini mirip dengan Lumix LX5, setidaknya dari spesifikasi sensor.

Ini kamera keluaran tahun 2010. Sensornya CCD 1/1.7” dengan lensa 24-74mm F/1.8-2.4. Oh iya, untuk sensor sekecil ini jangan berharap F/1.8 itu bakal bokeh atau gimana ya haha. Tapi dari segi menangkap cahaya, ya bener F/1.8 jadinya agak lebih hemat shutter speed kalau minim cahaya (plus ada OIS).

Bodinya lumayan besar. Sama sekali tidak seperti LX5. Ini mungkin seukuran Lumix GX85. Berat pula, benar-benar terasa solid. Walau ya ini plastik yang dikasih finishing kayak metal. Saya punya lapisan karet pada gripnya sudah tiada, terus banyak paint loss di mana-mana. Itu ring di lensa tidak ada fungsinya, hanya dekorasi saja hahaha.

Nilai lebih dari kamera ini dibanding LX5 ada di layar. Selain bisa selfie ke depan, panelnya AMOLED 600k dots. Di tahun itu, adalah angka yang sangat mewah. Selain 200k lebih banyak daripada LX5, kontras dan warnanya jauh banget. Plus layarnya lebih waras karena tidak drop resolusi saat live view. Layarnya pun mengikuti setingan eksposur. Ini sangat langka!

Menunya saya sangat tidak familiar, tapi setelah mencoba beberapa saat, ya okelah. Cukup lengkap dan urutannya logis. Animasinya juga mantap banget, gak kayak kamera, tapi kayak smartphone. Tentu saja ini adalah kamera Samsung pertama saya. Lebih luas lagi, ini adalah pertama kali punya produk Samsung apapun hahaha… elektronik di rumah saya semuanya Apple atau Panasonic.

Bagaimana rasa memotretnya?

Well, mode PASM ada, jadi ya pakai manual lah. Segala hal yang perlu diakses, ada di depan. Kelewat banyak malahan. AF saya pakai single, dan mau kamera apapun pasti saya pakai single AF di tengah. Ya… tidak lambat sih, tapi pun jauh dari cepat. Yang menggembirakan adalah dia bisa zone focus hahaha… walau tidak benar-benar ada satuan jarak di layar, tapi untuk sensor sekecil ini sih sudah jelas cukup set di infinity… dan memang benar kok, foto ngeflash rusuh saya fokus semua.

Oh iya, ada hotshoe tapi dia menolak ketika saya colok flash (padahal Godox iM30 itu universal). Ketika saya set menu flash di kamera, dia suruh untuk pop up. Nah masalahnya kalau terpasang iM30, ya mentok gak bisa diangkat pop up flashnya, sehingga menu flashnya pun gak mau diakses. Tapi aku tidak begitu ingin mencoba pakai flash lain sih, biarkan saja…

Tentu kamera ini bisa shoot RAW. Formatnya *SRW, dan entah mengapa previewnya tidak bisa nampak di Mac. Tapi filenya bisa dibuka kok di Camera RAW, dan hasilnya normal-normal saja. Angkat shadow highlight enak, walau ya jangan berlebihan karena noise rentan sekali.

Daripada penasaran, saya sertakan link download kalau kamu mau cicip RAW kamera ini.

Ada satu filter bawaan dia yang saya suka sekali, namanya “retro”. Ah, warnanya bagus banget. Tapi untuk keamanan, saya shoot RAW + JPEG, dan untunglah walau preview file RAWnya kayak pakai filter, tapi pas dibuka di Photoshop tetap natural haha.

Wah aku suka sekali kamera ini, untuk ukuran pocket setua ini, sangat responsif.

Hasil fotonya bisa saya bilang ya normal-normal saja. Memangnya mau berharap kayak gimana? haha. Asal ada RAW, bisalah kamu oprek-oprek sedikit. Apalagi karakter CCD memang masih melekat, sehingga kalau mau diedit ala retro masih masuk banget.

Baterainya kecil tapi tak boros-boros amat, apalagi mengingat entah sudah berapa lama usia pakai baterai dalam kamera saya ini, tapi saya hunting seharian full flash cuma turun satu bar. Semakin baik karena baterainya banyak di Tokped yg original berhologram cuma 90rb. Sepertinya yang nyari juga jarang, jadinya jual pasrah saja. Saya yakin baterainya ada versi merek lain. Sebagaimana yg NV3, tulisannya sih Samsung bla bla, padahal itu Fuji NP-40 cuma beda cover. Tapi dengan melihat versi Samsungnya ada, ya gak usah repot-repot cari kesamaan lagi.

pada FL paling lebar, terasa sekali distorsinya

So… apakah kamera ini layak beli? well, pertama-tama, memangnya barangnya ada?

Dengan Melihat LX5 sudah menembus 3 juta (dan baterainya susah dicari), kamera ini harusnya lebih mahal, karena memang lebih bagus. Namun karena tak banyak yang tahu, dan barangnya pun mungkin jarang, jadi ya begitulah. Jika nemu yang harganya masuk akal ya gas…

Dahulu saya sempat nonton video DigitalRev, kalau gak salah bahas Samsung NX500. Mirrorless yang speknya jauh di atas kamera APSC pada umumnya. Dan walau sudah lama discontinue, lensa NX mount jauh lebih banyak daripada lensa EOS M. Nah, saat ini jika mau membeli mirrorless NX sangat butuh totalitas, karena ekosistemnya sudah padam. Lain halnya kamera ini ‘kan pocket, tidak bakal ganti lensa. Jual bodi ya sekalian lensanya, tidak butuh komitmen. Beli ya beli aja.

Ini adalah kamera yang cukup menyenangkan.

X
Facebook
WhatsApp
Email
Pinterest
Telegram