Menghilangkan Rasa Takut Saat Memotret di Jalanan

Dalam pendekatan street portrait, kamu harus menerapkan sikap dan pikiran yang pas. Kamu harus berani, jangan ragu, lebih baik ditolak daripada tidak mencoba. Jangan takut ditolak, malahan sebaiknya kamu dekati orang yang kemungkinan akan berkata “tidak”. Jangan lupa untuk selalu ceria. Berusahalah untuk membuat foto, daripada hanya mengambil foto. Ajaklah subjek mengobrol selagi kamu menekan shutter, berikanlah pujian, bersikaplah sebaik mungkin. Dan jangan lupakan hal paling simpel: jepret, senyum, terima kasih.

Oh iya, kalau proses memotret dengan sang subjek berjalan enak dan sekiranya hasil foto bakal monumental, apalagi cewek, berjanjilah pada orangnya bahwa nanti hasil fotonya akan kamu kirim. Kasih versi yang berbeda, misalnya untuk kamu upload pribadi kamu pilih foto yang tanpa ekspresi dan edit hitam putih, buat dia beri yang rada ceria dan berwarna, karena selera model beda dengan selera fotografer. Kamu tahu ‘kan, supaya foto itu bisa dikirim lewat WhatsApp atau LINE, dia harus memberikan kontaknya. Haha.

Lawan rasa takut!

Saya hanya ingin mengingatkan saja, bahwa rasa takut itu adanya dalam pikiran. Dan semestinya satu-satunya hal yang kamu takuti adalah ketika rasa takut itu sudah menguasai pikiranmu. Sungguh, tidak ada cara lain untuk menghilangkan rasa takut kecuali dengan menghadapinya.

Banyak dari kita yang ogah nyemplung ke street fotografi karena takut memotret orang tidak dikenal. Takut dipelototi, takut dimarahi, takut diteriaki, takut dirampas kameranya, takut menjadi viral. Hal itu terjadi pada seorang kawan saya, badannya besar, jago berkelahi, tapi takut untuk memotret orang di jalan, tidak mau hunting kalau gak rame-rame. Saya, badan biasa saja, barangkali bisa pingsan kalau dipukul, tapi saya tidak pernah ragu untuk motret seorang diri di kawasan asing manapun. Mengapa?

Jawabannya mudah, saya bisa menyimpulkan, terhadap hal apa saya harus takut, dan terhadap hal apa saya bisa bersikap dengan tanpa tekanan apapun. Jika saya mencoba untuk memotret orang di halte bis, dan orang tersebut adalah Mike Tyson, jelas saya akan berpikir seribu kali, bisa-bisa saya gak pulang. Namun jika yang kamu potret adalah manusia biasa, apa yang kamu takutkan?

Di era ini, banyak orang di sekeliling kamu yang memotret pakai HPnya. Kamu tidak berbeda dari mereka. Kamu bukan satu-satunya orang di jalanan. Malah kamu diberkahi kamera yang lebih cepat. Proses pengambilan foto hanya berlangsung beberapa detik, rugi kalau kamu tegang dan gugup bermenit-menit sebelum menekan tombol shutter. Itulah mengapa saya tidak suka lensa tele untuk street fotografi, karena selain membuat kita jadi malas, juga membuat kita jadi penakut.

Lihat, jepret, senyum, terima kasih. Semudah itu. Kamu bisa lihat video-video Kai Wong atau Eric Kim ketika sedang turun ke jalan, untuk referensi. Jangan dulu berpikir, “mereka enak, orang-orang di jalan negaranya asyik dan gak rese…”. Ah tidak begitu, sama saja, yang membedakan orang lain adalah apa yang kita pikirkan tentang orang tersebut. Berpikirlah positif, atau jangan mikir sekalian. Yang penting motret.

Selalu ingat bahwa tujuan kita untuk seni.