Kamera Apa Ini…?

Setelah dua tahun berpisah, akhirnya kesampaian punya lagi kamera ini…

Beneran dua tahun, sebab aku ingat waktu itu jualnya pas bulan puasa juga. Bedanya saat itu, aku jual sekitar lima juta, toh belinya juga segitu. Dengan kondisi dan kelengkapan yang kurang lebih sama, saat ini kamera ini harganya 7.5 juta…

Ini adalah Olympus OM-D E-M5 mark II. Ya memang harga Tokpednya 7.5 juta, like new dan SC under 1K. Tapi ada diskon sehingga harganya jadi sekitar 6.2 juta. Tentu masih jauh lebih mahal dibanding dua tahun lalu, tapi ya agak lumayan lah. Mau gimana lagi, saat ini apa-apa sudah digoreng…

Toko yang sama jual juga warna silvernya, persis saya punya dahulu, namun walau ada diskon tetap mentok di 7.2 juta. Entah mengapa lebih mahal. Walau sangat jarang saya pakai kamera untuk waktu lama sampai lecet-lecet, tapi kamera silver itu kalau sudah lecet sudut-sudutnya suka jadi hitam. Makanya saya lebih pilih kamera hitam saja, lebih “stealth” juga di jalanan.

kira-kira seperti itu versi silvernya

Aaaaah… jujur saja, jika aku beli kamera ini (atau Pen F), itu 90% karena desainnya bagus. Apalagi sekarang muncul OM-3, jadi makin kuat niat saya ambil kamera desain retro begini. Karena kalau dari segi fungsi, ah… sebelumnya saya ‘kan pakai E-PL7 sejutaan, ya rasanya dari segi fotografi tak ada yang berubah.

Entah saya ini sangat hebat, atau cukup bersyukur, jadinya pakai kamera sejutaan pun ya bagus-bagus saja. Oleh sebab itu, murni alasan saya “naik” ke E-M5 II cuma demi desain, serta akhirnya penderitaan saya pakai E-PL7 yang layar vignet serta CMOS lemah, resmi berakhir haha.

Ini bukan review, sudah pernah kok saya bahas. Toh kamera ini sudah beredar sepuluh tahunan. Aku rasa sih, seandainya sampai sepuluh tahun ke depan kamera ini masih ada di pasaran dan baterainya ada yang jual, ya bakal tetap saya beli. Toh aku tidak butuh apa-apa lagi di atas ini, asal kameranya berfungsi ya sudah. Itu sebabnya, aku tidak begitu tertarik jika ada kamera baru meluncur di pasaran. Karena harga semakin mahal, sedangkan pakai kamera tua nan murah pun kebutuhan saya sudah terpenuhi.

Seperti biasa, aku pasangkan kamera ini dengan lensa 17/1.8, supaya ada cetrek-cetrek zone fokus. Karena sampai kapan pun interface Olympus dan Lumix tidak ada meteran jarak fokusnya. Ya kendati AF kamera ini sangat bagus walau di kondisi malam sekali pun, tapi saya lebih suka fokus manual.

Well, tidak ada perubahan signifikan sih dari pakai E-PL7 ke E-M5 II. Kayaknya sensor dan prosesornya sama. Hasil RAWnya juga mirip. Perbedaan cuma di user experience aja… flange shutternya sangat lembut, layarnya agak lebih bagus, dan ada EVF. Lagi-lagi, memang aku beli demi desain, dan build quality yang top banget. E-M5 II memang tahan hujan, tapi kayaknya saya tak akan pernah motret sambil hujan-hujanan.

Kamera ini bisa video, bahkan ada mic input. Tapi hasilnya sangat menyedihkan. Itu belum membahas menu videonya yang luar biasa aneh, di atas menu dia yang secara general memang sudah buruk dan tidak logis.

Karena berangkat dari E-PL7 ya saya tidak kaget lagi dengan menu Olympus… dan harusnya memang tidak usah kaget, toh 50% kamera yang pernah saya miliki adalah Olympus. Tapi memang E-M5 II ini agak mengerikan menunya… jauh lebih banyak daripada E-PL, dan beberapa sangat absurd.

Ambil contoh, pada E-PL7 kalau mau ganti live view jadi mengikuti atau tidak mengikuti eksposur, ada pilihan “live view boost” yang bisa diakses. Pada E-M5 II juga ada, tapi entah untuk alasan apa, pilihan itu hanya bisa diakses jika dial mode ada di mode “iAuto”. Kalau di mode M, P, S dan sebagainya tidak bisa.

Ini sangat tidak logis… karena user yang pakai mode iAuto pastinya sudah tidak akan repot-repot memikirkan eksposur pada live view. Justru opsi itu mestinya hanya dipakai untuk user yang pakai mode full manual. Ini kok malah tidak ada. Aku sangat berharap bisa kustom satu tombol untuk fungsi itu, kayak di Fujifilm. Tentu saja tidak bisa, walau ada banyak sekali tombol FN untuk digunakan tapi opsi itu tidak tersedia.

Dan masih banyak hal tolol lainnya di menu dia haha… saya sarankan sih, jangan sering-sering masuk ke menu. Cukup sekali dua kali saja pas baru beli.

Dari segi fotografi, ya ini adalah kamera yang sangat bagus. Aku akan lebih pilih kamera ini daripada APSC harga serupa. Soalnya kamera ini diciptakan untuk jadi flagship, bener-bener beda feel di genggaman dan nuansa pakainya.

Well, dengan harga sekitar enam juta, apakah kamera ini layak dibeli…?

Dalam hemat saya, Lumix GX85 adalah kamera yang lebih lengkap. Jauh lebih mudah digunakan, serta multi guna karena videonya jauh lebih bagus. Secara desain subjektif, tapi kebanyakan orang pasti akan lebih suka E-M5 II. Untuk fotografi saya rasa hasil E-M5 II sedikit lebih bagus daripada GX85.

Nambah sedikit bisa beli GX9, tak ada debat, itu kamera jauh lebih superior. Bahkan jika dibandingkan dengan Pen F. Dan memang saya pun maunya balik ke GX9 tapi barangnya sangat langka, ya sudah beli OM-D.

Kalau melihat pasaran, kamera APSC dengan harga mirip adalah Fuji X-E3. Wah saya sih bakal pilih E-M5 II, karena jauh lebih bernilai. Hasil foto mirip-mirip, tapi fitur lebih lengkap, IBIS ada, flip touch screen, better EVF, weather sealed dll. Belum lagi, lensa MFT jauh lebih murah dan ringan.

Sebetulnya aku berencana untuk menyimpan kamera ini untuk dikoleksi… sayang soalnya, mulus banget. Nanti saya beli Lumix GX85 atau sejenisnya haha.

X
Facebook
WhatsApp
Email
Pinterest
Telegram